Ditulis
oleh:
Abu Ubaidillah ‘Amir bin Munir bin Hasan Al-Atsyihi
-semoga Alloh mengokohkannya di atas As-sunnah-
Perayaan
(‘ied) termasuk perkara-perkara yang telah diatur dalam syari’at Islam yang mulia
ini. Dimana seorang muslim tidak dibenarkan untuk membuat-buat suatu perkara
yang baru di dalam hal ini yang tidak dalilnya dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
لِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ
وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ.
“Bagi
tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan, Maka
janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan
serulah kepada (agama) Rabb-mu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan
yang lurus”. (QS Al-Hajj: 67)
Hari
raya termasuk perkara yang sangat spesial atau istimewa yang menjadi pembeda
antara syariat-syariat tersebut. Nabi shallallohu ‘alahi wa sallam
berkata:
إِنَّ
لِكُلِّ قَومٍ عِيدًا وَإِنَّ هَذَا عِيدُنَا
“Sesungguhnya
setiap kaum memiliki hari ‘ied, dan sesungguhnya hari ini adalah hari raya
kita”.
Hari-hari
raya yang dimiliki orang-orang Nashoro, Yahudi, Hindu dan sebagainya, merupakan
bentuk kekhususan di dalam agama mereka. Maka tidak diperbolehkan bagi seorang
muslim untuk ikut serta merayakan hari raya orang-orang kafir, musyrik serta
juga orang-orang jahil sebagaimana tidak dibenarkan baginya untuk mengikuti
mereka dalam perkara-perkara yang lain yang merupakan bagian dari agama mereka.
Alloh berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi orang-orang yang kalian berloyalitas kepadanya; sebagian mereka
adalah berloyalitas bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kalian yang
mengambil mereka menjadi sebagai tempat berloyalitas, maka sesungguhnya orang
itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim“. (QS
Al-Maaidah: 51)
Merupakan
perkara yang sangat memilukan hati di mana masih ada sekalangan kaum muslimin
yang ikut serta merayakan hari-hari khusus orang-orang kafir. Di antara hari
raya tersebut adalah apa yang mereka namakan dengan valentine’s day.
Sesungguhnya
hari raya ini asal mulanya adalah dari orang-orang Nasharo, dan tidak ada yang
mengingkari keberadaan tersebut kecuali mungkin hanya segelintir saja atau
orang-orang yang telah dipenuhi hati mereka dengan hawa nafsu. Na’udzu
billah min dzaalik.
Lantas,
kenapa sebagian kaum muslimin khususnya para pemuda dan pemudi masih juga
merayakan hari Valentine ini dalam keadaan sebagian mereka mengetahuinya. Ini
semua tidak lain disebabkan atas kejahilan mereka akan agamanya yang mulia dan
sikap masa bodoh mereka terhadap amal-amalan dan tingkah laku orang-orang
kafir.
Terdapat
beberapa versi tentang sebab dirayakannya hari valentine ini. Disebutkan dari
berbagai sumber bacaan bahwasannya sebab dirayakan hari raya ini adalah sebagai
suatu bentuk dari rangkaian upacara pensucian dosa di masa Romawi kuno yang
mereka namakan hari raya kasih sayang tuhan yang dipersembahkan untuk dewi
cinta. Maka ketika agama Kristen katolik masuk ke negeri Roma mereka mengambil
serta menjadikannya sebagai hari raya mereka dengan nuansa kristiani dengan
nama saint Valentine’s day untuk menghormati St.Valentine yang kebetulan mati
tanggal 14 Februari. Maka mereka menjadikan hari ini sebagai hari raya mereka
dengan juga mereka mengubah istilah: hari raya kasih sayang tuhan sebagai hari
syuhada cinta atau hari raya pecinta.
Di
dalam versi yang lain disebutkan bahwasannya seorang kaisar romawi melarang
para pemuda untuk menikah dengan anggapan bahwa pernikahan akan menyibukkan
mereka dari berperang dan tentara bujang lebih kuat dan tabah di medan
peperangan dari pada tentara yang telah menikah. Namun St. Valentine
melanggarnya dan diam-diam menikahnya banyak pemuda sehingga iapun ditanggap
lalu dihukum gantung pada tanggal 14 Februari. Maka mereka menjadikan hari ini
sebagai hari raya mereka untuk memperingatinya.
Di
dalam versi yang lain disebutkan bahwasanya kaisar romawi yang telah lalu
penyebutannya adalah seorang penyembah berhala dan St. Valentine seorang da’i
Nashrani. Kaisar ini berusaha untuk mengeluarkannya dari agama Nashara. Akan
tetapi ia tetap teguh di dalam agamanya, maka ia pun dibunuh pada malam 14
Februari pada hari peringatan hari raya mereka.
Di
sisi yang lain keterkaitan St. Valentine sendiri dengan hari raya ini adalah
perkara yang masih diperselisihkan bahkan sebagian sumber menunjukkan adanya
kesangsian atas keberadaan pendeta ini sekaligus menunjukkan bahwasanya legenda
tersebut tidak ada asalnya sama sekali.
Terlepas
dari semua perdebatan tersebut, yang jelas perkara tersebut adalah perkara yang
dibuat-buat kaum Nashroni dalam agama mereka. Apabila orang-orang Nashroni
dicela karena mengubah agama dan kitab mereka, maka merupakan suatu perkara
yang lebih tercela apabila seorang muslim ikut andil merayakan hari raya ini.
Para
ulama telah memperingatkan dari bahayanya hari raya ini dan serta memerintahkan
kaum muslimin untuk menjauhinya. Di antaranya adalah Syaikh Al-Utsaimin -Rahimahullah-,
ketika ditanya dengan pertanyaan sebagai berikut:
بسم
الله الرحمن الرحيم
السلام
عليكم ورحمة الله وبركاته وبعد
Akhir-akhir
ini telah merebak perayaan hari kasih sayang (valentine, pent) khususnya di
kalangan para pelajar putri. Hari raya ini termasuk di antara hari rayanya
Nashroni. Di mana pakaian -yaitu yang mereka pakai, pent- lengkap berwarna
merah baik baju dan sepatu. Dan mereka saling tukar-menukar bunga satu dengan
yang lain. Kami berharap penjelasan dari Asy-Syaikh yang mulia akan hukum
perayaan semisal hari raya ini, serta apa arahan anda bagi kaum muslimin dalam
(menyikapi, pent) perkara-perkara yang semisal ini? Semoga Alloh memelihara dan
menjagamu?
Beliau
menjawab:
بسم
الله الرحمن الرحيم
وعليكم
السلام ورحمة الله وبركاته
Perayaan
hari kasih sayang tidak boleh, dikarenakan beberapa sebab:
Yang
pertama: Ia merupakan hari raya yang
diada-adakan (bid’ah, pent), tidak ada landasan sama sekali di dalam syariat
islam.
Yang
kedua: Ia mengajak kepada gairah nafsu dan
berahi.
Yang
ketiga: Ia mengajak untuk tersibuknya hati
dengan perkara-perkara yang seperti ini yang tidak ada nilainya sama sekali,
yang menyelisihi petunjuk salafus shalih -semoga Alloh meridhai mereka-.
Maka
tidak boleh pada hari ini adanya sesuatu dari syiar-syiar hari raya ini baik
yang berupa makanan atau minuman atau pakaian atau saling memberi
kenang-kenangan atau yang lainnya.
Hendaknya
bagi seorang muslim untuk merasa bangga (mulia) dengan agamanya dan tidak
menjadi seorang yang senang ikut-ikutan dengan menuruti setiap teriakan.
Aku
memohon kepada Alloh Ta’ala agar Dia melindungi kaum muslimin dari segala
kesesatan baik yang tampak maupun yang tersembunyi, serta senantiasa
memperhatikan kita dengan pemeliharaan dan taufiq-Nya.
Ditulis
oleh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin
5/
11/ 1420H.
[Sumber:
Majmu’ Fataawa dan Rosail Al-Utsaimin (16/199-200).]
Permasalahan
ini juga telah ditanyakan kepada Al-Lajnah Ad-Daaimah Lil Buhuts Al-Ilmiyyah
wal Ifta”, yang diketuai oleh Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah Alu
Asy-Syaikh.
Pertanyaannya:
“Sebagian
orang pada tanggal 14 bulan februari pada setiap tahun masehi merayakan hari
kasih sayang (valentine’s day). Mereka saling menghadiahkan kenang-kenangan
yang berupa mawar merah, memakai pakaian yang berwarna merah, dan saling
mengucapkan selamat. (Di samping itu) sebagian tempat-tempat penjualan manisan
(gula-gula/ permen) membuat manis-manisan yang berwarna merah dan mereka
membubuhkan simbol hati di atasnya. Sebagian toko mengiklankan barang-barang
dagangan mereka yang mereka khususkan untuk hari ini. Maka bagaimana pendapat
anda:
Yang
pertama: Tentang merayakan hari raya ini?
Yang
kedua: Berbelanja di toko-toko tersebut
pada hari tersebut?
Yang
ketiga: Ikutnya pemilik toko-toko (yang
tidak merayakan hari raya ini) dalam menjual barang dagangan yang dijadikan
sebagai hadiah bagi yang merayakannya pada hari ini?
Semoga
Alloh membalas anda dengan kebaikan.
Jawaban:
Dalil-dalil
yang jelas dari Al-Quran dan As-Sunnah menunjukkan, dan merupakan kesepakatan
para salaf bahwasanya hari raya di dalam Islam hanya dua, yaitu: ‘Iedul Fithri
dan ‘Iedul Adha. Apa-apa yang selain dari itu dari hari-hari raya, baik itu
yang berkaitan dengan seseorang atau kelompok atau peristiwa atau apa saja
merupakan hari raya yang diada-adakan (bid’ah). Tidak boleh bagi kaum muslimin
untuk merayakannya, tidak pula menyetujuinya, tidak menampakkan rasa gembira
dengannya, serta tidak pula ikut mendukung penyelenggaraannya sedikitpun,
karena yang demikian itu adalah melampaui batasan-batasan Alloh semetara
barangsiapa yang melampaui batasan-batasan Alloh maka sesungguhnya dia telah
menzalimi dirinya sendiri. Apabila keberadaan hari raya tersebut merupakan hari
raya orang-orang kafir maka ini adalah suatu dosa di atas dosa yang lain.
Karena yang demikian itu di dalamnya ada sikap meniru-niru perbuatan mereka
dalam salah bentuk sikap loyalitas terhadap mereka. Alloh subhaanahu wa
ta’ala di dalam kitab-Nya yang mulia telah melarang orang-orang yang beriman
dari meniru-niru mereka dan berloyalitas terhadap mereka. Telah sah dari Nabi Shallallahu
‘alahi wa sallam bahwasannya beliau berkata:
من
تشبه بقوم فهو منهم
“Barangsiapa
yang meniru-niru suatu kaum maka dia termasuk dari kaum tersebut”.
Hari
kasih sayang (valentine, -pent) termasuk ke dalam jenis yang telah disebutkan.
Karena ia merupakan hari rayanya para penyembah berhala dari orang-orang
Nashroni. Maka tidaklah halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan
hari Akhir untuk merayakannya, menyetujuinya atau mengucapkan selamat. Akan
tetapi wajib untuk dia meninggalkannya dan menjauhinya sebagai suatu sikap
memenuhi perintah Alloh dan Rosul-Nya dan menjauhi sebab-sebab yang
mendatangkan kemurkaan Alloh dan azabnya-Nya. Sebagaimana haramnya atas seorang
muslim untuk mendukung hari raya ini dan yang lainnya dari hari-hari raya yang
diharamkan (perayaannya, -pent) dengan apa saja dari makanan, minuman, jual
beli, produk-produk, kenang-kenangan, surat-menyurat, atau iklan dan yang lain
sebagainya. Karena yang demikian itu semuanya termasuk tolong-menolong dalam
dosa dan permusuhan dan suatu bentuk maksiat kepada Alloh dan Rosul-Nya, Alloh
jalla wa ‘ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.
“Dan
saling tolong-menolonglah kalian di dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah
kalian saling tolong-menolong di dalam dosa dan permusuhan. Bertaqwalah kepada
Alloh, sesungguhnya Alloh sangat keras azab-Nya”. (QS Al-Maaidah: 2).
Wajib
bagi seorang muslim untuk berpegang teguh kepada Al-Quran dan As-Sunnah di
dalam setiap keadaan terlebih-lebih di waktu-waktu munculnya fitnah-fitnah dan
banyaknya kerusakan. Hendaknya dia menjadi orang tajam pikirannya serta
berhati-hati dari terjerumus ke dalam kesesatan-kesesatan orang-orang yang
dimurkai, orang-orang yang sesat serta orang-orang fasik yang tidak
mengagungkan Alloh dengan sebenar-benar pengagungan dan tidak mengindahkan
urusan Islam. Wajib bagi seorang muslim untuk kembali kepada Alloh dengan
memohon petunjuk-Nya dan senantiasa berada di atasnya. Karena sesungguhnya
tidak ada yang dapat memberikan petunjuk melainkan Alloh dan tidak mengokohkan
kita melainkan-Nya.
Wabillah
At-Taufiq. Sholawat dan salam untuk nabi kita Muhammad, keluarganya dan
shahabatnya.
[Sumber:
“Fatawa Al-Lajnah Ad-Daaimah lilbuhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta” (2/
262-264, no. fatwa: 21203)]
سبحنك
وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
Sumber:
http://ahlussunnah.web.id