” Berbeda Dengan Hawa Nafsu Ahlul Bid’ah “
Disusun Oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsi Al Indunisiy
Di Darul Hadits Salafiyyah Dammaj Yaman
-semoga Alloh menjaganya-
Malam Rabu, tanggal 11 Shofar 1433 H
Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsi Al Indunisiy
Di Darul Hadits Salafiyyah Dammaj Yaman
-semoga Alloh menjaganya-
Malam Rabu, tanggal 11 Shofar 1433 H
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي قال: }وما أمروا
إلا ليعبدوا اللَّه مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة
وذلك دين القيمة{ وأشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً عبده ورسوله الذي
قال: ((إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى. فمَنْ كانت هجرته
إِلَى اللَّه ورسوله فهجرته إِلَى اللَّه ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا
يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إِلَى ما هاجر إليه)) اللهم صل وسلم على
محمد وآله أجمعين أما بعد:
Sesungguhnya Alloh ta’ala telah menurunkan Al Qur’an untuk menjadi petunjuk bagi para hamba-Nya. Alloh ta’ala berfirman:
إِنَّ هَـذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي
لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ
الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْراً كَبِيراً
“Sesungguhnya Al Quran ini
memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar
gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar,” (QS. Al Isro: 9).
Dan Alloh telah memudahkan Al Qur’an
bagi kaum Mukminin yang niatnya bersih, dan bersungguh-sungguh
mencurahkan daya untuk mempelajari dan memahaminya. Alloh ta’ala
berfirman:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
“Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al Qomar: 17).
Juga berfirman:
﴿وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ ﴾
“Dan orang-orang yang
bersungguh-sungguh untuk mencari keridhoan Kami, pastilah Kami akan
memberi mereka petunjuk kepada jalan-jalan keridhoan Kami, dan
sesungguhnya Alloh itu benar-benar bersama dengan orang yang berbuat
ihsan.” (QS Al ‘Ankabut 67)
Akan tetapi para pengekor hawa nafsu terhalangi dari memahami Al Qur’an. Alloh ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ
عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَى
قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْراً وَإِن
تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَى فَلَن يَهْتَدُوا إِذاً أَبَداً
“Dan siapakah yang lebih
zholim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Robbnya
lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh
kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati
mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (kami letakkan pula)
sumbatan di telinga mereka; dan sekalipun kamu menyeru mereka kepada
petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (QS. Al Kahfi: 57).
Di antara contoh kasus nyata ketidakpahaman para pengekor hawa nafsu terhadap Al Qur’an adalah slogan mereka untuk MENGHARUSKAN
MANUSIA UNTUK TABAYYUN (MENCARI KEJELASAN) KEPADA PIHAK MEREKA SECARA
LANGSUNG, DALAM BERITA YANG DIRASA MERUGIKAN PIHAK MEREKA, SEKALIPUN
TELAH ADA BUKTI DAN SAKSI. [1]
Perkara ini telah saya jelaskan dalam
kandungan beberapa risalah, akan tetapi berhubung ada permintaan untuk
menjelaskannya lagi dan terulang-ulangnya pengkaburan yang dilakukan
oleh para hizbiyyun,
maka saya dengan memohon pertolongan kepada Alloh akan berusaha
memenuhinya, semoga Alloh memberikan keberkahan di dalamnya.
Wabillahittaufiq:
Bab Satu:
Dalil Yang Dipakai Ahlul Ahwa Dalam Mengharuskan Adanya “Tabayyun” Terhadap Berita Orang Yang Terpercaya
Beberapa ikhwah Salafiyyun telah
beberapa kali menantang Ahlul Ahwa untuk menampilkan dalil yang mereka
pakai untuk mengharuskan Adanya “Tabayyun” terhadap berita tsiqoh (Orang
Yang Terpercaya), ternyata mereka berdalilkan firman Alloh ta’ala:
]يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ
تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ
نَادِمِينَ [ [الحجرات/6]
“Wahai
orang-orang yang beriman jika datang kepada kalian seorang fasiq dengan
suatu berita, maka carilah kejelasan, jangan sampai kalian menimpakan
kecelakaan pada suatu kaum dengan ketidaktahuan sehingga jadilah kalian
menyesal dengan apa yang kalian lakukan.” (QS Al Hujurot 6).
Mereka berkata: dalam ayat ini Alloh memerintahkan untuk tabayyun terhadap berita!
Di antara ahlul ahwa ada yang berdalilkan dengan kisah Umar ibnul Khoththob dan Abu Musa Al Asy’ariy رضي الله عنهما :
: جاء أبو موسى إلى عمر بن الخطاب
فقال السلام عليكم هذا عبدالله بن قيس فلم يأذن له فقال السلام عليكم هذا
أبو موسى السلام عليكم هذا الأشعري ثم انصرف فقال ردوا علي ردوا علي فجاء
فقال يا أبا موسى ما ردك ؟ كنا في شغل قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و
سلم يقول: (الاستئذان ثلاث فإن أذن لك وإلا فارجع ) قال لتأتيني على هذا
ببينة وإلا فعلت وفعلت فذهب أبو موسى
قال عمر إن وجد بينة تجدوه عند
المنبر عشية وإن لم يجد بينة فلم تجدوه فلما أن جاء بالعشي وجدوه قال يا
أبا موسى ما تقول ؟ أقد وجدت ؟ قال نعم أبي بن كعب قال عدل قال يا أبا
الطفيل ما يقول هذا ؟ قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ذلك يا
ابن الخطاب فلا تكونن عذابا على أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم قال
سبحان الله إنما سمعت شيئا فأحببت أن أتثبت . (أخرجه مسلم [2154]).
“Datanglah Abu Musa kepada Umar ibnul
khoththob seraya berkata: “Assalamu’alaikum, ini Abdulloh bin Qois.”
Tapi beliau tidak diidzinkan masuk. Lalu beliau berkata lagi:
“Assalamu’alaikum, ini Abu Musa.” “Assalamu’alaikum, ini Al Asy’ariy”.
Kemudian beliaupun pulang. Maka Umar ibnul khoththob berkata:
“Kembalikan dia kepadaku, kembalikan dia kepadaku,” maka datanglah Abu
Musa. Maka Umar berkata: “Wahai Abu Musa, apa yang membuat Anda kembali?
Kami tadinya sedang dalam kesibukan.” Maka Abu Musa menjawab: “Saya
mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Meminta idzin itu tiga kali, jika engkau diidzinkan maka masuklah, jika tidak maka kembalilah.”
Umar berkata: “Engkau harus mendatangkan
padaku bayyinah (bukti) atas kebenaran adanya hadits ini. Jika tidak
maka aku akan menindakmu.” Maka pergilah Abu Musa. Umar berkata (pada
orang-orang di sampingnya): “Jika dia mendapatkan bayyinah, kalian akan
mendapatinya ada di samping mimbar sore ini. Tapi jika dia tidak
mendapatkan bayyinah kalian tak akan mendapatinya.” Manakala Abu Musa
datang pada sore hari, mereka mendapatinya di mimbar. Maka Umar berkata:
“Wahai Abu Musa, apa yang akan engkau katakan? Apakah engkau telah
mendapatinya?” beliau menjawab: “Iya, Ubai bin Ka’b.” Umar berkata:
“Adil. Wahai Abuth Thufail, apa sih yang diucapkan olehnya?” Ubai bin
Ka’b menjawab: “Aku mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم mengucapkan
itu. Wahai Ibnul Khoththob, janganlah engkau menjadi siksaan terhadap
para Shohabat Rosululloh صلى الله عليه وسلم.” Maka Umar menjawab:
“Subhanalloh, aku hanyalah mendengar sesuatu lalu aku ingin mencari
ketetapan.” (HR. Muslim (2154) dengan lafazh ini. Asal hadits juga
diriwayatkan Al Bukhoriy (2062)).
Mereka berkata: di dalam kisah ini Umar ibnul Khoththob ingin tatsabbut terhadap kabar Abu Musa!
Mereka juga punya syubhat: Orang tsiqoh juga bisa keliru!
Bab Dua:
Bantahan Terhadap Pendalilan Ahlul Ahwa dengan Ayat “Tabayyun”
Firman Alloh ta’ala:
]يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ
تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ
نَادِمِينَ [ [الحجرات/6]
“Wahai
orang-orang yang beriman jika datang kepada kalian seorang fasiq dengan
suatu berita, maka carilah kejelasan, jangan sampai kalian menimpakan
kecelakaan pada suatu kaum dengan ketidaktahuan sehingga jadilah kalian
menyesal dengan apa yang kalian lakukan.” (QS Al Hujurot 6)
Jawaban pertama:
Ayat ini bukanlah memerintahkan kita untuk bertabayyun terhadap berita
secara mutlak, hanya saja perintah ini ditujukan kepada kita jika ada
ORANG FASIQ datang membawa berita.
Al Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata:
يأمر تعالى بالتثبت في خبر الفاسق
ليُحتَاطَ له، لئلا يحكم بقوله فيكون -في نفس الأمر-كاذبًا أو مخطئًا،
فيكون الحاكم بقوله قد اقتفى وراءه، وقد نهى الله عن اتباع سبيل المفسدين.
تفسير ابن كثير [7 /370]
“Alloh ta’ala memerintahkan untuk
tatsabbut (mencari ketetapan) tentang kabar dari orang fasiq agar
disikapi dengan hati-hati agar tidak ditegakkan hukuman berdasarkan
ucapannya sehingga jadilah –kenyataannya- dia berdusta atau salah,
sehingga jadilah orang yang menghukumi dengan perkataan si fasiq tadi
telah berjalan di belakangnya, padahal Alloh telah melarang untuk
mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan.” (“Tafsirul Qur’anil
‘Azhim”/7/hal. 370).
Al Imam Asy Syinqithiy رحمه الله berkata:
وقد دلت هذه الآية من سورة
الحجرات على أمرين :الأول منهما : أن الفاسق إن جاء بنبإ ممكن معرفة حقيقته
، وهل ما قاله فيه الفاسق حق أو كذب فإنه يجب فيه التثبت .(أضواء البيان
في تفسير القرآن بالقرآن [7 /469]
“Ayat dari suroh Al Hujurot ini
menunjukkan kepada dua perkara. Yang pertama adalah: bahwasanya orang
fasiq jika datang dengan suatu berita yang memungkinkan untuk diketahui
hakikatnya: dan apakah yang dikatakan si fasiq ini benar ataukah dusta,
maka wajib untuk tatsabbut di situ.” (“Adhwaul Bayan”/7/hal. 469).
Sementara kasus kita sekarang ini
adalah: seorang salafiy adil tsiqoh datang dengan persaksian bahwa si
fulan berkata demikian dan demikian, atau datang dengan membawa rekaman
muhadhoroh terbuka yang isinya si fulan berkata demikian dan demikian.
Maka sangat tidak pantas menjadikan ayat yang berlaku untuk orang fasiq
ditimpakan kepada orang tsiqoh.
Alloh ta’ala berfirman:
أًمْ حَسِبَ الَّذِينَ
اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أّن نَّجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاء مَّحْيَاهُم وَمَمَاتُهُمْ سَاء مَا
يَحْكُمُونَ
“Apakah orang-orang yang
membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka
seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama
antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka
sangka itu.” (QS. Al Jatsiyah:21)
Lebih jelasnya lagi adalah: